![]() |
[Foto : Proyek Rabat Beton Di Desa Palebon yang Di Duga Tidak Sesuai Dengan SOP] |
Sejumlah warga mengeluhkan metode pelaksanaan proyek yang dinilai asal-asalan. Salah satu poin utama yang disorot adalah penggunaan werimesh (besi tulangan) yang hanya ditopang dengan paving bekas, bukan dengan dowel dan penyangga besi huruf S sebagaimana umumnya dalam konstruksi rabat beton yang kokoh.
"Saya bukan ahli konstruksi, tapi seharusnya ada standar tertentu dalam pengerjaan jalan seperti ini. Jika besi tulangan tidak dipasang dengan benar, bagaimana jalan ini bisa bertahan lama?" ungkap seorang warga yang enggan disebut namanya saat diwawancarai tim investigasi pada Senin (17/03/2025).
Ketika dikonfirmasi, Kepala Desa Palebon, Taukid, memberikan jawaban yang justru memicu lebih banyak pertanyaan. Saat ditanya apakah proyek rabat beton ini telah memenuhi standar kualitas beton (K), ia mengaku tidak mengetahui apa itu standar K.
"Saya tidak tahu yang namanya K, tapi pengerjaan rabat beton ini sesuai dengan RAB (Rencana Anggaran Biaya)," ujarnya.
Namun, saat kembali ditanya apakah penyusunan RAB sudah sesuai SOP, ia justru menyatakan bahwa proyek sudah sesuai SOP. Pernyataan yang saling bertentangan ini semakin menimbulkan keraguan di kalangan warga.
Jika seorang kepala desa tidak memahami standar kualitas beton, bagaimana ia bisa memastikan bahwa proyek yang menggunakan dana publik ini benar-benar sesuai spesifikasi dan layak?
Warga juga menyoroti perbedaan mencolok antara dua proyek rabat beton yang dikerjakan di desa ini, yang berasal dari dua sumber dana berbeda.
- Proyek pertama dikerjakan pada 3 Februari 2025, dibiayai dari Bantuan Khusus Keuangan (BKK) dengan anggaran Rp 100 juta, menghasilkan jalan rabat beton sepanjang 40,30 meter, lebar 6 meter, dan ketebalan 20 cm.
- Proyek kedua dikerjakan pada 17 Maret 2025, menggunakan Dana Desa dengan anggaran Rp 160 juta, tetapi hanya menghasilkan jalan sepanjang 58 meter dengan lebar yang sama.
Dengan perbedaan anggaran sebesar Rp 60 juta, warga mempertanyakan mengapa tambahan dana tersebut tidak sebanding dengan pertambahan panjang jalan yang dibangun.
"Kalau dihitung kasar, proyek pertama menghasilkan 40,3 meter dengan Rp 100 juta. Tapi di proyek kedua, tambahan Rp 60 juta hanya dapat tambahan 17,7 meter saja. Ini harus dijelaskan!" ujar seorang warga yang ikut mengawasi proyek.
Dengan adanya dugaan ketidaksesuaian ini, warga menuntut transparansi dan meminta inspektorat serta dinas terkait segera turun tangan untuk melakukan audit. Mereka berharap proyek yang dibiayai dengan Bantuan Khusus Keuangan (BKK) dan Dana Desa tidak hanya sekadar dikerjakan, tetapi juga diawasi agar tidak terjadi penyimpangan anggaran dan kualitas yang bisa merugikan masyarakat.
"Jalan ini bukan proyek pribadi, ini uang rakyat. Kami ingin pembangunan yang benar-benar berkualitas dan sesuai aturan!" tegas seorang tokoh masyarakat.
Tim JurnalJawapes.com akan terus mengawal perkembangan kasus ini dan menunggu langkah konkret dari pihak berwenang dalam menindaklanjuti laporan masyarakat terkait dugaan penyimpangan dalam proyek rabat beton di Desa Palebon.
(Yan/ul)
View
0 Komentar